Mengenal Prasasti Borobudur
Selamat datang di Borobudur, salah satu bangunan suci agama Buddha sebagai situs Warisan Budaya Dunia. Kemegahan dan keindahan ]. Prasasti ini berangka tahun 824 M, sebagaimana dijelaskan dalam riwayat sejarah, bahwa prasasti ini ditemukan di Dusun Karangtengah. Prasasti Karangtengah terdiri dari dua bagian, bagian pertama ditulis dalam bahasa Sansekerta dan bagian kedua dalam bahasa Jawa Kuno, namun baris terakhir belum menjadi baris penutup, karena belum diketahui isi prasasti tersebut, satu bagian dari prasasti tersebut yaitu pecahan batu di bagian bawah hilang.
Prasasti pada bagian pertama berbahasa Sansekerta memuat informasi tentang Samaratungga yaitu sebagai permata dinasti Sailendra dan menyebutkan putrinya Pramodawardhani yang berjasa dalam membangun candi Budha tersebut. Uraian prasasti tersebut bertanggal 824 M, sehingga berkaitan erat dengan pendirian patung, kemungkinan besar terbuat dari perunggu, karena konon bersinar seperti bagian bulan, di candi yang dipersembahkan untuk patung tersebut.
Selain itu, prasasti tersebut juga memuat harapan agar mereka yang berjasa mendirikan vihara Budha tersebut akan mendapat pahala karena telah mencapai tribulasi kesepuluh, yakni menjadi Buddha. Bagian penutupnya adalah ajakan kepada keturunan untuk menabung demi keberlangsungan bangunan suci ini. Prasasti Jawa Kuno bagian kedua bertanggal 824 M memuat penetapan hibah berupa sejumlah sima atau sawah yang diperuntukkan bagi kelangsungan bangunan suci beserta rincian tanahnya. Bagian penutup prasasti ini telah hilang sehingga kata-kata terakhirnya tidak banyak diketahui.
Sementara terkait pendirian patung perunggu di sebuah candi, menurut De Casparis, ia meyakini patung tersebut tak lain adalah patung Raja Indra yang wafat dan menguburkan abunya di kuil yang khusus diperuntukkan baginya. Raja Indra merupakan raja dari dinasti Sailendra yang menerbitkan prasasti Kelurak pada tahun 782 Masehi. Menurut De Casparis, prasasti Kayumwungan dimaksudkan untuk memperingati berdirinya dan dibangunnya beberapa candi seperti Borobudur, Pawon dan Mendut oleh Samaratungga.
Prasasti Sri Kahulunan Salah satu prasasti tentang keberadaan Borobudur, sebagai bangunan suci, merupakan tempat untuk pemujaan bagi penganut agama Budha. Sumber: Teknik Kepemanduan Chandi Borobudur arisguide. Foto arisguide. |
Prasasti Tri Tepusan
Prasasti Tri Tepusan atau disebut juga Sri Kahulunan, berangka tahun 842 Masehi. Menurut penjelasan dalam Prasasti Tri Tepusan/Sri Kahulunan disebutkan bahwa Sri Kahulunan ialah Pramodawardhani yang sebenarnya telah berjasa dalam menyediakan dan menghibahkan tanah perdikan untuk pemeliharaan bangunan suci bernama Kamul ni Bhumi Sambhara, artinya melambangkan tempat berkumpulnya segala kebajikan umat Buddha, yaitu bangunan suci dengan 10 lantai atau tingkat. Hal ini secara tidak langsung menyebutkan tentang Borobudur.
Prasasti Tri Tepusan menjelaskan tentang prasasti yang dikeluarkan oleh Sri Kahulunan. Hal ini menurut De Casparis diyakini sebagai penyebutan nama Pramodawardhani, yaitu putri dari Samaratungga yang disebutkan secara samar-samar dalam prasasti Karangtengah. Dalam prasasti ini disebutkan Pramodawardhani bergelar Sri Kahulunan, sesuai dengan pendapat menurut Soekmono, Poesponegoro dan Notosusanto.
Prasasti Tri Tepusan berisi apresiasi dan penyebutan desa Tri i Tpusan sebagai sima atau wilayah atas nama suatu tempat bernama Kamulan di Bhumisambhara. Prasasti ini juga menyebutkan perintah Sri Kahulunan untuk menentukan batas-batas tanah yang menjadi sima.
Sejarah menjelaskan tentang prasasti Jawa Kuno yang telah ditemukan, umumnya menyebutkan keberadaan suatu bangunan atau candi kuno. Namun tidak ditemukan dokumen atau bukti tertulis yang menjelaskan secara rinci siapa yang membangun Chandi Borobudur dan apa kegunaannya. Bangunan ini diperkirakan dibangun oleh Samaratungga pada masa Wangsa Sailendra sekitar tahun 800 Masehi.
![]() |
Arca Budha didalam stupa terbuka Borobudur adalah candi Borobudur, berasal dari kata 'biara - bedudur' yang kemudian berubah menjadi Borobudur, candi Buddha Mahayana berbentuk piramida berundak yang bagian atas berbentuk stupa yang dibangun tahun 824 Masehi pada masa kejayaan pemerintahan wangsa Syailendra. Sumber: Teknik Kepemanduan Candi Borobudur arisguide. Foto arisguide. |
Chandi Borobudur
Chandi Borobudur telah menjadi simbol kuat bagi Indonesia, yakni sebagai saksi kejayaan masa lalu. Prestasi estetis dan kepiawaian teknik arsitektur yang ditampilkan Borobudur serta ukurannya yang luar biasa, merupakan bukti tentang kemegahan masa lalu, dan telah menginspirasi kebanggaan bangsa Indonesia.
Sejarah menyebutkan Candi Borobudur merupakan monumen terbesar di Indonesia, dan banyak ahli sejarah yang mengemukakan teori tentang sejarah peradaban, kebudayaan dan perkembangan Borobudur terutama pada masa Hindu dan Budha. Borobudur merupakan bangunan peninggalan Kerajaan Mataram yang memerintah Jawa pada abad VIII – X Masehi, dibangun oleh Samaratungga pada masa kejayaan pemerintahan dinasti Syailendra, kurun waktu sekitar tahun 782 – 812 Masehi. Candi ini merupakan bangunan suci yang berlatar belakang agama Budha Mahayana, sebagai bangunan tempat peribadatan dan pemujaan bagi umat Buddha.
Menjelaskan prasasti yang ditemukan, umumnya digunakan sebagai penjelasan sejarah dan narasi tentang keberadaan suatu bangunan atau candi kuno. Terdapat jenis aksara atau tulisan yang terpahat pada bagian kaki tersembunyi, merupakan salah satunya berada pada relief Karmawibhangga di bagian tenggara, menyerupai aksara atau tulisan yang biasa digunakan pada prasasti kerajaan abad ke-8 dan ke-9.
Sejarah menyebutkan pembangunan Candi Borobudur membutuhkan waktu kurang lebih sekitar 75 – 100 tahun, dan bangunan suci ini selesai dibangun pada masa pemerintahan Raja Samaratungga pada tahun 824 Masehi. Candi Budha Borobudur dibangun hampir bersamaan dengan candi-candi yang ada di Dataran Prambanan, pembangunan Borobudur diperkirakan selesai lebih awal sebelum pembangunan candi Siwa Prambanan dimulai pada tahun 850 M. Periode waktu ini bertepatan dengan periode antara tahun 760 hingga 830 M, masa puncak kejayaan Dinasti Syailendra di Jawa Tengah yang saat itu dipengaruhi oleh Kerajaan Sriwijaya.
Mempelajari bangunan suci Chandi Borobudur sebagai situs cagar budaya, melalui prasasti yang merupakan sumber penjelasan tentang narasi sejarah keberadaan situs peninggalan purbakala di Jawa pada masa Mataram Kuno. Bangunan suci agama Buddha Borobudur merupakan situs cagar budaya peninggalan dari wangsa Syailendra, yang dibangun pada abad ke-9 oleh Samaratungga, dan sejarah keberadaannya disebutkan dalam dua prasasti, yaitu prasasti Karangtengah dan Sri Kahulunan.
Sebagai hasil karya masa lampau, keberadaan Borobudur menurut narasi sejarah, diketahui dari beberapa prasasti. Prasasti-prasasti tersebut sebagian besar ditemukan berada di sekitar kawasan Borobudur. Seperti terlihat pada jenis tulisan/aksara yang ditulis pada kaki tersembunyi, terletak di sebelah tenggara, terpahat pada salah satu relief Karmawibhangga merupakan salah satu jenis tulisan/aksara yang umumnya digunakan pada prasasti kerajaan kurun waktu abad ke-8 dan ke-9.
Melihat sejarah dan menggunakan prasasti sebagai sumber penjelasan utama, keberadaan prasasti yang ditemukan pada masa Mataram Kuno menjelaskan tentang kesimpulan fakta mengenai keberadaan raja-raja yang memerintah di Jawa beragama Hindu atau Budha. Dinasti Sailendra diketahui menganut agama Buddha Mahayana, disebutkan dalam penemuan prasasti Sojomerto menunjukkan bahwa kemungkinan pada awalnya beragama Hindu Siwa. Sehingga pada saat itu, berbagai candi-candi Hindu dan Budha banyak dibangun di Dataran Kedu.
Berdasarkan dokumen prasasti sejarah di Jawa pada masa Mataram Kuno, ditemukan beberapa prasasti tentang keberadaan Borobudur. Menyebutkan Prasasti Canggal, pada tahun 732 M, raja yang beragama Siwa, yaitu Sanjaya memerintahkan dalam pembangunan bangunan suci Shiwalingga yang dibangun di perbukitan Gunung Wukir, terletak hanya 10 km di sebelah timur Borobudur. Candi Budha Borobudur dibangun hampir bersamaan dengan candi-candi di Dataran Prambanan, namun Borobudur diperkirakan selesai sekitar tahun 825 M, dua puluh lima tahun lebih awal sebelum pembangunan candi Siwa Prambanan dimulai pada tahun 850 M.
Dalam dokumen sejarah kerajaan Mataram kuno di Jawa disebutkan bahwa pembangunan candi Budha yaitu termasuk Borobudur, pada masa itu dimungkinkan karena pewaris Sanjaya, menyebut Rakai Panangkaran memberikan izin kepada umat Buddha untuk membangun candi. Dalam hal ini guna menunjukkan rasa hormatnya, Panangkaran menganugerahkan desa Kalasan kepada Sangha (masyarakat Budha), atas pemeliharaan dan pembiayaan Candi Kalasan yang dibangun untuk memuliakan Bodhisattwadewi Tara yang disebutkan dalam Prasasti Kalasan tahun 778 Masehi.
Hal ini dapat dipahami oleh para arkeolog, mengenai kehidupan pada masyarakat Jawa, bahwa agama tidak pernah menjadi isu yang dapat menimbulkan konflik, misalnya saja raja-raja yang beragama Hindu dapat mendukung dan mendanai dalam pembangunan candi Budha, begitu pula sebaliknya. Namun diduga terjadi persaingan antara dua dinasti kerajaan saat itu, yaitu Dinasti Syailendra yang menganut agama Buddha dan Dinasti Sanjaya yang memuja Siwa, kemudian Dinasti Sanjaya memenangkan dalam pertempuran pada tahun 856 M di perbukitan Ratu Boko.
Kerancuan pun muncul mengenai Candi Lara Jonggrang di Prambanan yang diyakini dibangun oleh Rakai Pikatan sebagai jawaban Dinasti Sanjaya untuk menyaingi kemegahan Borobudur yang dimiliki oleh Dinasti Syailendra, namun banyak pihak yang meyakini adanya suasana toleransi dan kebersamaan dalam kehidupan damai antara kedua dinasti ini yaitu dinasti Sailendra, juga terlibat dan memiliki andil dalam pembangunan Candi Siwa di Prambanan.
Pengaruh kebudayaan India yang berada di Indonesia, umumnya dapat dilihat melalui bentuk arsitektur pada sebagian besar bangunan seperti candi, gapura dan petirtaan pada masa itu. Menurut sejarahnya, keberadaan Candi Borobudur merupakan bangunan suci sebagai tempat untuk peribadatan dan pemujaan bagi para penganut agama Budha Mahayana.
Dahulu pulau yang disebut terpencil tak berpenghuni adalah pulau jawa, konon pulau tersebut terapung di lautan sehingga harus ditopang dan dipaku ke tengah bumi sebelum bisa dihuni. Paku besar yang menjadi bukit kecil disebut Bukit Tidar terletak di sebelah utara. Dan letaknya hanya sekitar lima belas kilometer ke selatan Bukit Tidar merupakan tempat dibangunnya Candi Borobudur.
Kebudayaan India yang masuk ke Indonesia memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap kehidupan beragama dan melatarbelakangi keberadaan kerajaan-kerajaan yang berkuasa di Pulau Jawa pada masa itu. Menurut sejarahnya, keberadaan Candi Borobudur sebagai bangunan suci merupakan tempat peribadatan para penganut agama Budha Mahayana. Borobudur dibangun oleh Raja Samaratungga pada masa kejayaan Dinasti Syailendra pada abad VIII Masehi. Candi Borobudur merupakan monumen terbesar di Indonesia, dan banyak ahli sejarah yang mengemukakan teori tentang sejarah peradaban, kebudayaan dan perkembangan Borobudur terutama pada masa Hindu dan Budha.
Dalam penjelasan sebagian besar candi di Jawa, pada dasarnya nama aslinya tidak banyak diketahui. Umumnya sebagian besar masyarakat yang tinggal di desa sekitar tidak yakin atau bahkan tidak mengetahui sama sekali tentang keberadaannya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa banyak peninggalan budaya yang ditemukan kembali, mungkin bangunan suci atau candi hanya disebutkan oleh masyarakat dari desa sekitar.
Nama Borobudur
Menyebutkan bangunan-bangunan kuno yang berasal dari periode Jawa Kuno dalam narasi sejarah Indonesia yang umumnya disebut candi. Mula-mula mereka tidak hanya menyebutkan nama bangunan candi saja, namun juga struktur bangunan serta benda-benda lain seperti bentuk gapura, pintu gerbang dan tempat pemandian bangunan itu berada. Namun ada pula yang menjelaskan bahwa mereka tetap mempertahankan namanya, selama ini desa-desa tersebut diberi nama sesuai dengan ditemukannya candi tersebut. Boleh diucapkan, namun sulit diketahui apakah nama Chandi Borobudur dinarasikan dan berasal dari desa tempat bangunan tersebut berada.
Dalam sejarah Jawa kuno pada abad ke-18 disebutkan adanya suatu bukit bernama Borobudur. Saat itu Sir Thomas Stamford Raffles, orang yang menemukan candi tersebut datang untuk melakukan suatu penelitiannya. Ia menceritakan pada tahun 1814 tentang keberadaan candi atau monumen bernama Borobudur di desa Bumisegoro, oleh penduduk setempat. Borobudur, rupanya itulah nama asli monumen tersebut. Namun belum ditemukan dokumen tertulis mengenai namanya.
Salah satu naskah Jawa kuno berangka tahun 1365 M, adalah Nagarakrtagama yang disusun oleh Mpu Prapanca, menyebut kata 'Budur' dalam namanya sebagai tempat suci aliran Budha, Vajradhara. Bukan tidak mungkin nama 'Budur' dikaitkan dengan Borobudur, namun karena belum ada informasi lebih lanjut, hingga kini identifikasi pasti sulit dilakukan. Desa-desa terdekat selalu menggunakan kata 'Bore', mungkin merupakan bagian pertama dari nama asli monumen tersebut.
Faktanya, penjelasan De Casparis sudah banyak yang menjelaskan dan tidak ada lagi solusi yang dikemukakan. Moens berpendapat bahwa, dalam analogi Bharasiwa India Selatan yang menunjukkan penganut Dewa Hindu Siva, monumennya diasosiasikan dengan 'Bharabuddha' atau penegak Buddha yang bersemangat. Nama 'Borobudur' kemudian menjadi kependekan dari 'Bharabuddha' dalam bahasa Tamil, ditambah kata 'ur' yang berarti 'kota', sehingga berarti 'Kota Para Penegak Budha'.
Namun kata majemuk 'Boro Budur' sulit dijelaskan, namun sebaliknya sebagaimana makna 'Budur adalah tempat suci di desa Boro' penafsirannya akan berbeda dengan kaidah dalam bahasa Jawa yang mengharuskan kata tersebut Budur Boro bukannya Boro Budur. Raffles mendapat usulan tentang kata 'Budur', mungkin sesuai dengan kata Jawa kuno 'Buda', sehingga Borobudur berarti 'Boro kuno'. Ia juga memberikan hipotesis lain tentang Boro yang berarti 'besar', dan Budur adalah 'Buddha', yang disebut 'Buddha Besar'.
Sebenarnya, 'Boro' seharusnya berarti lebih 'terhormat', yang berasal dari kata Jawa Kuno 'Bhara', sebuah awalan yang menakutkan, jadi 'tempat suci Budha yang dihormati' akan lebih tepat. Kata 'Boro' mungkin juga merupakan kata Jawa Kuno 'Bhara' yang berarti 'banyak', sehingga menafsirkan 'Borobudur' sebagai tempat suci 'banyak Buddha' juga mengandung klaim yang sama.
Penafsiran yang lebih masuk akal dikemukakan oleh Poerbatjaraka. Ia mengira kata 'boro' merupakan singkatan dari kata 'vihara' yang berarti 'biara'. Borobudur kemudian berarti 'Biara Budur'. Disebutkan fondasi biara yang digali kemudian selama penggalian arkeologi yang dilakukan di dataran tinggi sebelah barat monumen pada tahun 1952. Karena nama 'Budur' disebutkan dalam Nagarakrtagama, interpretasi yang diberikan oleh Poerbatjaraka mungkin benar. Anggapan demikian berarti vihara merupakan bangunan suci.
Semua penjelasan di atas didasarkan pada penafsiran kata penyusun 'Boro' dan 'Budur'. Kemudian De Casparis mencoba menelusuri kedua kata tersebut kembali ke asal usulnya. Ia mencontohkan, nama 'Bhumisambharabhudhara' yang berarti tempat suci pemujaan leluhur, ditemukan pada dua prasasti batu yang berasal dari tahun 842 Masehi. Ia menyimpulkan bahwa tempat suci Bhumisambharabhudhara tidak lain adalah Borobudur kita, dan perubahan nama tersebut kini terjadi melalui penyederhanaan normal dari apa yang terjadi dalam bahasa lisan.
Borobudur atau disebut Barabudur, merupakan candi Buddha Mahayana, nama Borobudur berasal dari dua kata, yaitu 'bara' yang berasal dari kata 'biara' yang berarti candi atau tempat peribadatan bagi umat Buddha, dan kata 'budur' yang berasal dari kata Bali, 'beduhur' yang artinya 'di atas' atau 'bukit'. Maka arti kata 'biara dan beduhur' berubah menjadi Bara Budur, karena bunyinya bergeser menjadi Borobudur yang berarti candi atau biara di atas bukit.
Nama Bore-Budur kemudian ditulis BoroBudur kemungkinan ditulis Raffles dalam tata bahasa Inggris untuk menyebut desa yang paling dekat, yaitu desa Bore (Boro); Kebanyakan candi diberi nama sesuai desa tempat candi berdiri. Raffles menduga istilah 'Budur' ada kaitannya dengan istilah Jawa Buda yang berarti "kuno", artinya "Boro kuno".
Para arkeolog berpendapat bahwa nama Budur berasal dari istilah bhudhara yang berarti gunung. R.M. Ng. Poerbatjaraka menerjemahkan boro sebagai 'biara'. Pendapat ini didasari nama tempat diawali dengan kata boro yaitu Boro kidul yang berarti 'Biara di Selatan', kemudian Stutterheim menambahkan pada 'Boro sidengan'. Boro-kidul dan Boro sidengan keduanya cukup jauh dari Borobudur.
Salah satunya menyatakan bahwa nama ini kemungkinan berasal dari kata Sambharabhudhara yang berarti "gunung" (bhudara) yang di lerengnya berundak-undak. Selain itu etimologi rakyat menyebut kata borobudur berasal dari “Buddha”, pergeseran bunyi menjadi borobudur.
Nama Borobudur berasal dari dua kata “bara” dan “beduhur”. Kata bara berasal dari kata vihara, dimana bara berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti kompleks pura atau vihara dan beduhur berarti "tinggi", atau dalam bahasa Bali berarti "di atas". Adalah vihara atau asrama yang terletak di dataran tinggi atau bukit.
Sejarawan J.G. de Casparis menjelaskan nama Borobudur adalah tempat ibadah. Berdasarkan prasasti Karangtengah dan Tri Tepusan, pendiri Borobudur ialah raja Mataram dari dinasti Syailendra, Samaratungga tahun 824 Masehi. Bangunan ini selesai pada masa putrinya Pramudawardhani. Prasasti Karangtengah menyebutkan pemberian tanah sima (tanah bebas pajak) oleh Sri Kahulunan (Pramudawardhani) untuk Kamulan yang disebut Bhumisambhara. Istilah Kamulan berasal dari kata mula berarti tempat asal, bangunan suci untuk menghormati leluhur dinasti Sailendra. Casparis memperkirakan Bhumi Sambhara Bhudhara dalam bahasa Sansekerta yang berarti "Bukit kumpulan kebajikan sepuluh tingkat boddhisattva" adalah nama asli Borobudur.
Borobudur
Menyebutkan pulau besar bernama Jawa. Konon Pulau Jawa merupakan pulau yang tiada tandingannya dalam hal hasil pertanian khususnya padi, kaya akan tambang emas yang hanya diakui sebagai milik para dewa, dan pulau yang penuh dengan tempat-tempat suci dan keramat. Sebagai tempat yang bertujuan untuk keselamatan dan kesejahteraan dunia.
Pemandangan masyarakat pedesaan Borobudur Keindahan pemandangan lansekap pedesaan Jawa Kuno, cara hidup di tempat sawah Borobudur. Sumber: Teknik Kepemanduan Chandi Borobudur arisguide. Foto arisguide. |
Lansekap pedesaan Jawa Kuno meliputi beberapa cakupan yang lebih kepada daerah tempat berada pada lingkungan pertanian dan pengelolaan lahan. Pada candi Borobudur terdapat panil relief cerita mengenai relief pertanian, pada dinding Candi Borobudur.
Salah satu relief membajak sawah Panil relief cerita mengenai relief pertanian pada Candi Borobudur, juga terdapat pada Kaki candi yang tertutup, sisi sebelah Timur. Sumber: Balai Konservasi Borobudur. Tehnik Kepemanduan Candi Borobudur arisguide. Foto screenshot arisguide. |
Konon kawasan sekitar 'Paku Jawa' yang lebih dikenal dengan sebutan 'Dataran Kedu' merupakan wilayah yang menjadi pusat geografis pulau ini. Terkenal dengan kesuburan lahan tanahnya yang sangat ekstrim, dan juga masyarakatnya yang sangat rajin, itulah sebabnya pulau ini sering disebut dengan “Taman Jawa”.
Dataran kedu yang subur nan hijau, daerah yang hampir di semua wilayahnya dikelilingi oleh barisan pegunungan dan bukit, ini seolah-olah memberikan keindahan dan kecantikan pemandangan alam. Keberadaan dua pasang gunung berapi yang menjulang tinggi ke angkasa adalah gunung Merapi dan Merbabu berada di timur laut, serta gunung Sumbing dan Sindoro di sebelah barat laut. Memandang ke sisi barat dan selatan dataran dibatasi oleh rantai panjang perbukitan, yang membentuk kaki-kaki berbatu yang kokoh dengan bentuk yang tak terbatas. Oleh karena itu menjelaskan tentang jajaran perbukitan Menoreh, kata menoreh mempunyai arti menara.
Sudut tenggara dataran adalah satu-satunya yang tidak terhalang oleh barisan pegunungan; di titik ini, rantai Menoreh membelok ke selatan sebelum mencapai kaki Merapi. Dan melalui jalur inilah perairan wilayah Kedu meninggalkan dataran dan mengalir ke Samudera Hindia. Dataran Kedu berpotongan dengan dua sungai utama di wilayah ini yaitu Progo dan Elo yang keduanya mengalir hampir sejajar dari utara ke selatan.
Sebagian besar bangunan suci di dataran Kedu didirikan di sini. Tempat-tempat suci Hindu dan Budha, bisa dikatakan, dikemas bersama dalam radius kurang dari tiga kilometer dari titik pertemuan dua sungai Kedu. Dari barat ke timur, bangunan suci Buddha utama di daerah ini adalah: Chandi Borobudur, Chandi Pawon, Chandi Mendut, dan kompleks Chandi Ngawen yang terdiri dari lima struktur.Tiga cagar alam pertama diasumsikan telah membentuk satu kompleks juga; meskipun berdiri pada jarak yang cukup jauh satu sama lain, garis lurus yang ditarik dari Chandi Borobudur ke Chandi Mendut melalui Chandi Pawon menunjukkan kesatuan triad. Tata letak seperti ini, bagaimanapun, tidak ditemukan di Borobudur. Chandi Mendut berjarak sekitar tiga kilometer dari Chandi Borobudur, sedangkan Chandi Pawon berjarak sekitar setengahnya.
![]() |
Borobudur, Pawon dan Mendut dalam satu garis lurus. Tiga cagar alam pertama diasumsikan telah membentuk satu kompleks, berdiri pada jarak yang cukup jauh satu sama lain, garis lurus yang ditarik dari Chandi Borobudur ke Chandi Mendut melalui Chandi Pawon menunjukkan kesatuan triad. Sumber: Teknik Kepemanduan Chandi Borobudur arisguide. Foto arisguide. |
Chandi Borobudur tidak memiliki ruangan didalamnya, serta tidak ada tempat dimana umat Budha dapat beribadah. Kemungkinan besar bahwa bangunan itu adalah tempat ziarah, di mana umat Buddha dapat mencari suatu kebijaksanaan yang tertinggi untuk mendapatkan pencerahan. Pada lorong-lorong di sekitar bangunan, yang berturut-turut naik ke teras paling atas, jelas dimaksudkan untuk mengelilingi ritual.
Dipandu oleh deretan relief naratif, peziarah berjalan dari satu teras ke teras lain dalam kontemplasi hening. Chandi Mendut, disisi lain, tampaknya menjadi tempat untuk pemujaan. Chandi Pawon yang sangat kecil juga memiliki ruangan di dalamnya, akan tetapi bangunan ini tidak mengungkapkan tentang dewa apa yang mungkin menjadi objek untuk pemujaan.
Berasumsi bahwa peziarah harus melewati Chandi Pawon dalam perjalanan prosesi dari Chandi Mendut menuju Chandi Borobudur disepanjang jalur prosesi, terdapat jalan beralas batu yang mungkin menunjukkan bahwa Chandi Pawon adalah semacam pusat dalam suatu perjalanan panjang. Setelah disucikan melalui upacara-upacara ibadah yang utama di Chandi Mendut, dan Chandi Pawon merupakan tempat untuk berhenti sejenak dan merenung sebelum pada akhirnya melanjutkan perjalanan ziarah ke Chandi Borobudur dimana beberapa rangkaian perjalanan telah menanti.
Tidak seperti candi lainnya yang dibangun di atas tanah datar, Borobudur dibangun di atas bukit dengan ketinggian 265 m diatas permukaan laut dan 15 m di atas dasar danau purba yang telah mengering. Keberadaan danau purba ini menjadi bahan perdebatan yang hangat di kalangan arkeolog pada abad ke-20, dan menimbulkan dugaan bahwa Borobudur dibangun di tepi atau bahkan di tengah danau.
![]() |
Arsitektur Borobudur ilustrasi menyerupai bunga teratai. Keindahan Borobudur dalam ilustrasi pemandangan candi Budha dibangun ditengah dataran Kedu. Diduga dulu di sekeliling Borobudur adalah danau purba. Sumber: Teknik Kepemanduan Chandi Borobudur arisguide. Foto arisguide. |
Borobudur dibangun melambangkan bunga teratai yang mengapung di atas permukaan danau. Bunga teratai baik dalam bentuk padma (teratai merah), utpala (teratai biru), ataupun kumuda (teratai putih) dapat ditemukan dalam semua ikonografi seni keagamaan Buddha. Seringkali digenggam oleh Bodhisatwa sebagai laksana (lambang regalia), menjadi alas duduk singgasana Buddha atau sebagai lapik stupa.
![]() |
Pemandangan stupa Borobudur dan bukit Menoreh Keindahan Borobudur dengan legenda cerita Gunadharma dengan cerita rakyat mengenai perbukitan Menoreh yang bentuknya menyerupai tubuh orang berbaring. Dongeng lokal ini menceritakan bahwa tubuh Gunadharma berubah menjadi jajaran perbukitan Menoreh. Sumber: Teknik Kepemanduan Chandi Borobudur arisguide. Foto arisguide. |
Menurut legenda, arsitek yang merancang candi Borobudur bernama Gunadharma, sedikit yang diketahui, namanya lebih banyak berdasarkan pada dongeng dan legenda Jawa, bukan berdasarkan prasasti sejarah. Legenda tentang arsitek Borobudur bernama Gunadharma dengan cerita rakyat tentang perbukitan Menoreh yang bentuknya menyerupai tubuh orang yang sedang berbaring. Dongeng lokal ini menceritakan Gunadharma yang berubah menjadi perbukitan Menoreh.
![]() |
Arca Buddha stupa terbuka teras Arupadhatu. Borobudur adalah candi Buddha Mahayana, berbentuk piramida berundak didirikan pada masa kejayaan Wangsa Syailendra sekitar tahun 800 Masehi. Sumber: Teknik Kepemanduan Candi Borobudur arisguide. Foto screenshot arisguide. |
Berada di Borobudur
Chandi Borobudur merupakan situs cagar budaya peninggalan wangsa Sailendra, candi Buddha ini terletak di atas sebuah bukit di dataran yang dikelilingi oleh dua gunung Sundoro-Sumbing di barat laut dan Merbabu-Merapi di timur laut, di utara adalah bukit Tidar, dan di selatan adalah pegunungan Menoreh, dan terletak di dekat pertemuan dua sungai, Progo dan Elo di sebelah timur.
Terletak Borobudur atau Barabudur, namanya berasal dari dua kata, yaitu kata 'bara' berasal dari kata 'biara' yang berarti tempat ibadah atau candi Budha, dan kata 'budur' berasal dari bahasa Bali. Kata 'beduhur' yang berarti 'di atas' atau 'bukit'. Kemudian arti kata 'biara dan beduhur' berubah menjadi Bara Budur, karena bunyinya bergeser menjadi Borobudur yang berarti candi atau biara di atas bukit.
Chandi Borobudur merupakan candi Buddha Mahayana yang terdiri dari sembilan teras berundak, enam teras persegi, dan tiga teras melingkar, serta terdapat stupa terbesar di tengahnya, yang dikelilingi oleh 72 stupa berlubang, serta dihiasi 2.672 panel relief dan 504 arca Buddha. Candi Borobudur dibangun pada abad ke-9 pada masa pemerintahan Dinasti Syailendra. Candi ini didesain dengan bentuk arsitektur Budha Jawa yang memadukan budaya pemujaan leluhur asli Indonesia dan konsep Budha untuk mencapai Nirwana.
Candi Borobudur merupakan model alam semesta dan dibangun sebagai tempat suci untuk mengagungkan Buddha sekaligus berfungsi sebagai tempat ziarah untuk membimbing umat manusia dari alam keinginan duniawi menuju pencerahan dan kebijaksanaan tertinggi sesuai dengan ajaran Buddha.
Peziarah yang masuk melalui sisi timur memulai ritual, berjalan searah jarum jam, menaiki tangga melalui tiga tingkat alam spiritual dalam kosmologi Buddha. Ketiga tingkatan tersebut adalah Kamadhatu (ranah nafsu), Rupadhatu (ranah wujud), dan Arupadhatu (ranah tak berwujud). Peziarah berjalan melalui serangkaian lorong dan tangga, melihat 1.460 panel relief yang diukir di dinding dan langkan.
Menurut sejarah, Chandi Borobudur ditinggalkan sekitar abad ke-14, dan pertama kali ditemukan kembali oleh Sir Thomas Stamfort Rafles, yang menjabat sebagai Gubernur Jenderal Inggris di Jawa.
Penjelasan kapan Candi Borobudur ditinggalkan dan tidak digunakan lagi oleh umat Buddha belum dapat diketahui secara pasti, namun penjelasannya lebih berkaitan dengan perpindahan kerajaan Mataram kuno yang saat itu berkuasa ke Jawa Timur.
Borobudur terbengkalai dan terbengkalai selama kurang lebih 800 tahun dan terkubur di bawah lapisan tanah dan abu vulkanik, sehingga saat itu bangunan Candi Borobudur berada di dalam bukit. Alasan sebenarnya ditinggalkannya masih belum diketahui secara pasti sejak kapan bangunan suci ini tidak lagi menjadi pusat keagamaan umat Buddha.
Menurut penuturan sejarah Jawa kuno, pada kurun waktu antara tahun 928 hingga tahun 1006, Raja Mpu Sindok memindahkan pusat kerajaan Medang ke wilayah Jawa Timur setelah beberapa kali terjadi letusan gunung berapi, namun beberapa sumber menduga bahwa kemungkinan besar Borobudur mulai ditinggalkan selama periode ini.
Bangunan suci Borobudur mulai disebutkan sekitar tahun 1365, oleh Mpu Prapanca dalam bukunya Nagarakretagama yang ditulis pada masa kerajaan Majapahit yang menyebutkan adanya “Vihara di Budur”. Selain itu Soekmono (1976) juga mengatakan bahwa candi ini mulai ditinggalkan sama sekali sejak penduduk setempat masuk Islam pada abad ke-15. Candi Borobudur, melalui cerita rakyat sebagai bukti kejayaan masa lalu, telah menjadi cerita takhayul, yang dikaitkan dengan kemalangan dan penderitaan.
Pada kurun waktu 1811 hingga 1816, Thomas Stamford Raffles diangkat menjadi Gubernur Jenderal, dan memiliki ketertarikan terhadap sejarah Jawa dan benda-benda antik seni Jawa kuno, serta membuat catatan tentang sejarah kebudayaan Jawa. Dalam kunjungan inspeksinya ke Semarang pada tahun 1814, ia diberitahu tentang sebuah bangunan besar di dekat desa Bumisegoro. Kemudian karena ketidakhadirannya, memerintahkan H.C. Cornelius, seorang insinyur Belanda, menyelidiki keberadaan bangunan ini.
Dalam dua bulan, Cornelius bersama 200 orang membersihkan bangunan Borobudur dari semak-semak dan lapisan tanah. Karena adanya ancaman longsor, pengerjaan tidak dapat dilanjutkan, kemudian apa yang dilakukan dalam pengerjaan dilaporkan kepada Raffles, termasuk menyerahkan berbagai gambar sketsa candi Borobudur. Raffles berjasa menemukan kembali bangunan yang pernah hilang.
Setelah dipugar oleh pemerintah Indonesia dan UNESCO, Chandi Borobudur masuk dalam daftar salah satu situs warisan budaya dunia pada tahun 1991, sehingga bangunan ini menjadi bagian dari monumen terbesar di dunia. Chandi Borobudur adalah sebuah candi Budha Mahayana yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Indonesia.
Chandi Borobudur Situs Warisan Budaya Dunia sejak tahun 1991, salah satu pemandangan Borobudur dari barat laut. Sumber: Teknik Kepemanduan Chandi Borobudur arisguide. Foto arisguide. |
Nama borobudur berasal dari dua kata "bara" dan "beduhur". Kata “bara” berasal dari kata “vihara”, dalam bahasa Sanskerta berarti “candi”. Kata “beduhur” artinya ialah "tinggi", dalam bahasa Bali yang berarti "di atas".
Disebutkan bahwa Chandi Borobudur terletak tepat di atas bukit dan dibangun di tengah beberapa gunung dan perbukitan. Melihat ke arah barat terdapat Gunung Sundoro dan Gunung Sumbing. Di sebelah timur terdapat Gunung Merbabu dan Merapi. Melihat ke utara, kurang lebih 15 kilometer dari Borobudur terdapat bukit Tidar, dan di selatan dibatasi oleh perbukitan Menoreh. Borobudur terletak di pertemuan dua sungai yaitu Progo dan Elo yang terletak di sebelah timur Chandi Borobudur dan Chandi Pawon.
Prasasti Chandi Borobudur
Sumber: Teknik Kepemanduan Candi Borobudur arisguide.
Dalam narasi sejarah Borobudur disebutkan ukiran panil relif yang terpahat pada dinding kaki candi dalam teks Karmawibhangga, tentang persembahan alas kaki yang disebut dengan 'Upanat' kepada Brahmana.
Relief Cerita Borobudur Salah satu relif dinding kaki candi dalam teks Karmawibhangga, tentang persembahan alas kaki dengan nama 'Upanat', alas kaki yang dipersembahkan kepada Brahmana, agar mendapatkan pahala dan kemakmuran dalam kehidupan. Sumber: Balai Konservasi Borobudur. Teknik Kepemanduan Candi Borobudur arisguide. Foto arisguide. |
Menjelaskan bahwa 'Upanat' adalah alas kaki yang digunakan ketika mengunjungi teras Candi Borobudur. Kunjungan ini bertujuan untuk lebih mengenal Borobudur, mempelajari sejarahnya, mengikuti tur tematik serta mengagumi kemegahan dan seni rupa monumen ini. Hal ini sebagai bentuk apresiasi dan mengenal Borobudur, serta berperan dalam menjaga dan melindungi situs warisan budaya dunia di Borobudur, Indonesia.
Baca narasi dan materi lengkap tentang Chandi Borobudur dengan berkunjung dan jadikan wisata Anda semakin menyenangkan, jelajahi lebih detail narasi tematik budaya Borobudur bersama Pamong Carita. Membaca menjadi lebih menyenangkan, menggali narasi lebih detail dan membaca dalam bahasa Inggris memang menyenangkan dan juga terkesan sangat menarik untuk diterjemahkan ke dalam bahasa yang mudah dan fleksibel, dapatkan bacaan detail di Welcome to Borobudur Temple, the fabric of life in the Buddhist culture. Jelajahi, kagumi keindahan seni rupa dalam gambar dan foto di PHOTO IMAGE BOROBUDUR.
Arca Budha didalam stupa terbuka. Chandi Borobudur atau Barabudur merupakan candi Buddha Mahayana yang dibangun pada abad ke-9, terdiri dari sembilan teras bertingkat, enam teras persegi, dan tiga teras melingkar, di atasnya terdapat kubah tengah, dikelilingi oleh 72 stupa dan dihiasi 2.672 panel relief dan 504 arca Buddha. Sumber: Teknik Kepemanduan Chandi Borobudur arisguide. Foto arisguide. Chandi Borobudur or Barabudur is a 9th–century Mahayana B uddhist temple, which consists of nine stacked platforms, six square and three circular, topped by a central dome, surrounded by 72 stupas and decorated with 2,672 relief panels and 504 Buddha statues. Source: Guidance Technique Chandi Borobudur arisguide. Foto arisguide. |
Sangat menyenangkan dalam perjalanan bait suci bersama saya.
Comments
Post a Comment